Belum Qadha Puasa, Sudah Masuk Ramadhan Berikutnya: Apa yang Harus Dilakukan?

qadha puasa Ramadhan

Bagi pembaca setia Ismedshare.com yang mungkin masih belum melakukan qadha puasanya yang tahun lalu tinggal atau ada odhor, berikut kita bahas Belum Qadha Puasa, Sudah Masuk Ramadhan Berikutnya: Apa yang Harus Dilakukan?

Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, ada kalanya seseorang tidak dapat menjalankan puasa karena alasan tertentu, seperti sakit, perjalanan jauh, atau kondisi lainnya yang diperbolehkan dalam syariat Islam. Dalam situasi seperti ini, seseorang diwajibkan untuk mengqadha (mengganti) puasa yang tertinggal di luar bulan Ramadhan.

Namun, bagaimana jika seseorang belum mengqadha puasanya hingga Ramadhan berikutnya tiba? 

Apakah ada konsekuensi tertentu? 

Apakah diperbolehkan menunda qadha puasa tanpa batas waktu? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita simak pandangan para ulama dari berbagai mazhab.


Pengertian Qadha Puasa dan Batas Waktunya

Secara bahasa, qadha berarti melaksanakan kewajiban setelah waktunya berlalu. Dalam konteks puasa Ramadhan, qadha berarti mengganti puasa yang ditinggalkan dengan berpuasa di hari lain setelah bulan Ramadhan berakhir.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."

(QS. Al-Baqarah: 185)

Ayat ini menegaskan bahwa seseorang yang tidak bisa berpuasa wajib menggantinya di hari lain. Namun, ayat ini tidak secara eksplisit menyebutkan batas waktu qadha. Oleh karena itu, para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai sampai kapan seseorang harus mengqadha puasanya.


Pendapat Para Mazhab tentang Batas Waktu Qadha Puasa

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa qadha puasa tidak memiliki batas waktu tertentu. Artinya, seseorang dapat mengqadha puasanya kapan saja, bahkan setelah melewati Ramadhan berikutnya, tanpa dikenai denda (fidyah).

Al-Kasani, seorang ulama Hanafi dalam kitab Badai' Ash-Shanai', menyatakan:

"Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya, maka tidak wajib fidyah baginya."

 

Pendapat ini juga didukung oleh Ibnul Humam dalam Fathul Qadir, yang menjelaskan bahwa seseorang yang belum mengqadha puasanya tetap harus menjalankan puasa Ramadhan yang baru, lalu mengqadha puasa yang tertinggal setelahnya. Bahkan, seseorang diperbolehkan berpuasa sunnah terlebih dahulu sebelum mengqadha.

Kesimpulan menurut Mazhab Hanafi:

• Tidak ada batas waktu qadha.

• Tidak ada kewajiban fidyah meskipun qadha ditunda hingga melewati Ramadhan berikutnya.

• Diperbolehkan berpuasa sunnah sebelum mengqadha.

2. Mazhab Al-Malikiyah

Mazhab Maliki memiliki pendapat berbeda. Menurut mereka, jika seseorang mampu mengqadha puasanya sebelum Ramadhan berikutnya tetapi dengan sengaja menundanya hingga Ramadhan baru tiba, maka ia dikenai denda berupa fidyah.

Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah menuliskan:

"Barang siapa yang menunda qadha puasa hingga masuk Ramadhan berikutnya tanpa uzur, maka ia wajib mengqadha dan membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan."

Kesimpulan menurut Mazhab Maliki:

• Jika qadha ditunda tanpa alasan yang sah hingga masuk Ramadhan berikutnya, wajib membayar fidyah.

• Fidyah yang harus diberikan adalah satu mud makanan per hari yang belum diqadha.

• Jika ada uzur (alasan syar'i), maka tidak ada kewajiban fidyah.

3. Mazhab Asy-Syafi’i

Mazhab Syafi’i memiliki pandangan yang mirip dengan Mazhab Maliki. Jika seseorang tidak mengqadha puasanya tanpa alasan yang sah hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah.

Imam An-Nawawi dalam Raudhatu At-Thalibin menuliskan:

"Jika seseorang menunda qadha hingga masuk Ramadhan berikutnya tanpa uzur, maka ia berdosa. Selain itu, ia wajib berpuasa untuk Ramadhan yang baru terlebih dahulu, lalu mengqadha puasa yang tertinggal setelahnya. Ia juga harus membayar fidyah satu mud makanan per hari yang belum diqadha."

Kesimpulan menurut Mazhab Syafi’i:

• Jika qadha ditunda tanpa alasan, wajib membayar fidyah.

• Fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud makanan per hari yang ditinggalkan.

• Jika ada alasan yang sah, tidak ada kewajiban fidyah.

4. Mazhab Al-Hanabilah

Mazhab Hanbali juga mewajibkan fidyah bagi mereka yang menunda qadha tanpa alasan yang sah. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menyatakan:

"Jika seseorang mengakhirkan qadha tanpa uzur hingga melewati dua Ramadhan atau lebih, maka ia wajib mengqadha dan membayar fidyah."

Namun, jika seseorang memiliki alasan yang sah, seperti sakit berkepanjangan atau kondisi yang menghalanginya berpuasa, maka fidyah tidak diwajibkan.

Kesimpulan menurut Mazhab Hanbali:

• Jika qadha ditunda tanpa alasan, wajib membayar fidyah.

• Jika ada alasan yang sah, tidak ada fidyah.

• Jika menunda lebih dari satu tahun, fidyah tetap hanya satu mud per hari yang ditinggalkan.

5. Mazhab Azh-Zhahiriyah

Mazhab Zhahiri, yang diwakili oleh Ibnu Hazm, memiliki pendapat yang lebih ringan dibanding mazhab lainnya.

Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla bil Atsar menyatakan:

"Barang siapa yang memiliki hutang puasa dan menunda qadha, baik sengaja maupun karena lupa atau uzur, hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka ia berpuasa untuk Ramadhan yang baru terlebih dahulu. Kemudian ia mengqadha puasa yang tertinggal, tanpa kewajiban membayar fidyah."

Menurut Mazhab Zhahiri, meskipun seseorang telah menunda qadha hingga bertahun-tahun, tidak ada denda yang dikenakan. Namun, menunda qadha secara sengaja tanpa alasan dianggap sebagai perbuatan yang tidak baik.

Kesimpulan menurut Mazhab Zhahiri:

• Tidak ada batas waktu qadha.

• Tidak ada kewajiban fidyah meskipun menunda bertahun-tahun.

• Menunda qadha tanpa alasan yang sah dianggap sebagai perbuatan yang tidak baik.



Berdasarkan perbedaan pendapat di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh sahabat ismedshare:

1. Jika memungkinkan, sebaiknya segera mengqadha puasa setelah Ramadhan berakhir agar tidak menumpuk dan terhindar dari perbedaan pendapat terkait fidyah.

2. Jika telah melewati Ramadhan berikutnya tanpa qadha, maka:

- Menurut Mazhab Hanafi dan Zhahiri, cukup mengqadha saja tanpa fidyah.

- Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, wajib mengqadha dan membayar fidyah jika tidak ada alasan yang sah.

3. Jika memiliki alasan yang sah untuk menunda qadha, seperti sakit atau kondisi lain yang diperbolehkan dalam syariat, maka semua mazhab sepakat bahwa tidak ada kewajiban fidyah.

4. Bagi yang merasa kesulitan membayar fidyah, disarankan untuk berkonsultasi dengan ulama setempat guna menentukan solusi terbaik sesuai dengan kondisi masing-masing.

Demikian pembahasan mengenai batas waktu qadha puasa menurut berbagai mazhab. Semoga kita semua dimudahkan dalam menjalankan ibadah puasa dan diberikan kemampuan untuk menunaikan kewajiban agama dengan baik.


Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak