Ismedshare - Puasa merupakan ibadah yang memiliki nilai spiritual, kesehatan, dan sosial yang tinggi. Dalam Islam, puasa berarti menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal yang membatalkan puasa maupun pahalanya mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari atau tiba waktu magrib dengan niat ibadah kepada Allah.
Selain sebagai bentuk ketaatan, puasa juga melatih kesabaran, mengendalikan hawa nafsu, serta meningkatkan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Dari sisi kesehatan, puasa membantu detoksifikasi tubuh dan meningkatkan sistem metabolisme.
{getToc} $title={Daftar isi Pembahasan}
Dengan menjalankan puasa, seseorang tidak hanya mendapatkan manfaat fisik, tetapi juga keberkahan dalam kehidupan spiritual dan sosialnya, dengan berpuasa kita fapat merasakan betapa beruntungnya kita selama ini mempunyanyi kecukupan makanan. dengan sehari 3 kali bisa menikmatinya.
Kaidah-Kaidah yang Menentukan Sesuatu Membatalkan Puasa atau Tidak
Dalam menentukan apakah sesuatu dapat membatalkan puasa atau tidak, para ulama telah menetapkan beberapa kaidah dasar. Meski setiap kaidah ini memiliki pengecualian dan membutuhkan penjelasan teknis lebih lanjut, berikut adalah beberapa kaidah yang telah disepakati:
Kaidah Pertama
الفِطْرُ مِمَا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَا خَرَجَ
"Puasa menjadi batal karena adanya sesuatu yang masuk (ke dalam tubuh), bukan karena sesuatu yang keluar dari tubuh."
Artinya, hal-hal yang membatalkan puasa umumnya berkaitan dengan masuknya sesuatu ke dalam tubuh, bukan keluarnya sesuatu dari tubuh, seperti muntah, mimisan, atau keluarnya air mani karena mimpi basah yang tidak disengaja.
Kaidah Kedua
العِبْرَةُ بِالْوُصُوْلِ إِلَى الْجَوْفِ أَوِ الدِمَاغِ مِنَ الْمَخَارِقِ الْأَصْلِيَةِ، كَالْأَنْفِ وَالْأُذُنِ وَالدُّبُرِ
"Yang menjadi patokan dalam batal atau tidaknya puasa adalah sampainya sesuatu ke dalam rongga (perut) atau otak melalui lubang asli, seperti hidung, telinga, dan dubur."
Maksudnya, jika sesuatu masuk ke dalam tubuh melalui jalur alami seperti hidung, telinga, atau dubur hingga mencapai perut atau otak, maka hal itu dapat membatalkan puasa. Namun, jika hanya sebatas di bagian luar tanpa mencapai rongga dalam, maka tidak membatalkan.
Kaidah Ketiga
وُجُوْدُ الْأَكْلِ صُوْرَةً يَكْفِيْ لِفَسَادِ الصَّوْمِ
"Adanya bentuk aktivitas makan dapat membatalkan puasa, meskipun seseorang makan sesuatu yang tidak lazim dikonsumsi."
Sebagai contoh, meskipun seseorang makan sesuatu yang tidak biasa dikonsumsi, seperti batu kerikil, biji, kayu, atau rumput, puasanya tetap batal karena ada aktivitas makan. Hal ini menunjukkan bahwa yang diperhitungkan bukan hanya manfaat dari makanan tersebut, tetapi juga bentuk perbuatan makan itu sendiri.
Kaidah Keempat
وُجُوْدُ الْجِمَاعِ مِنْ حَيْثُ الْمَعْنَى كَافٍ لِفَسَادِ الصَّوْمِ
"Adanya makna jima' (hubungan suami-istri) dapat membatalkan puasa, meskipun tidak terjadi hubungan badan secara langsung."
Dalam hal ini, jika seseorang melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syahwat, seperti bercumbu, mencium, atau menyentuh istri dengan hasrat hingga mengeluarkan sperma, maka puasanya batal, meskipun tidak terjadi hubungan badan secara langsung.
Kaidah Kelima
وُصُوْلُ أَثَرِ الشَّيْءِ وَلَيْسَ عَيْنِهِ إِلَى الْحَلْقِ لَا يُفْسِدُ الصَّوْمَ
"Sampainya efek dari sesuatu, bukan zatnya (bendanya), ke tenggorokan tidak membatalkan puasa."
Hal ini berarti jika seseorang hanya merasakan aroma makanan tanpa benar-benar menelannya, atau terkena uap air tanpa ada unsur cairan yang masuk ke tenggorokan, maka puasanya tetap sah.
Jadi, dari beberapa kaidah di atas, kita bisa memahami bahwa sesuatu membatalkan puasa jika memenuhi beberapa kriteria, seperti masuk ke dalam tubuh melalui jalur alami, adanya aktivitas makan dalam bentuk apa pun, atau adanya hubungan suami-istri yang menghasilkan keluarnya sperma. Namun, jika hanya sekadar mencium aroma makanan atau mengalami sesuatu yang tidak disengaja, maka hal itu tidak membatalkan puasa.
Berikut adalah Hal-Hal yang Membatalkan Puasa (Disepakati oleh Ulama)
Dalam ajaran Islam, terdapat beberapa hal yang secara ijma’ (kesepakatan) para ulama dianggap membatalkan puasa. Pembatalan ini terbagi menjadi dua kategori utama:
• Melakukan Perbuatan yang Membatalkan Puasa
Hal-hal yang membatalkan Puasa
1. Kehilangan Syarat Sah Puasa
Puasa menjadi tidak sah jika seseorang kehilangan salah satu syaratnya, yaitu Islam, berakal, dan suci dari haid atau nifas.
a. Murtad (Keluar dari Islam)
Seseorang yang keluar dari agama Islam selama bulan Ramadhan, puasanya menjadi batal. Ini karena keimanan adalah syarat utama sahnya ibadah. Allah berfirman:
"Dan barang siapa di antara kamu murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat."
(QS. Al-Baqarah: 217)
Maka, jika seseorang kembali masuk Islam, ia wajib mengganti puasanya yang batal karena murtad.
b. Menjadi Gila (Hilang Akal)
Puasa juga batal jika seseorang kehilangan akalnya, baik karena penyakit gila maupun sebab lainnya. Hal ini karena puasa hanya diwajibkan bagi orang yang berakal sehat. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Pena diangkat dari tiga golongan: dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia baligh, dan dari orang gila sampai ia sadar."
(HR. Abu Dawud, no. 4403)
Jika seseorang mengalami gangguan jiwa sementara (tidak permanen), ia wajib mengganti puasanya saat sembuh.
c. Haid dan Nifas
Wanita yang mengalami haid atau nifas puasanya batal dan tidak sah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
"Bukankah jika wanita sedang haid, ia tidak shalat dan tidak berpuasa?"
(HR. Bukhari, no. 1951)
Wanita yang mengalami haid atau nifas harus mengganti puasanya di hari lain setelah suci, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam.
2. Kehilangan Fardhu Puasa (Melakukan Perbuatan yang Membatalkan Puasa)
Selain kehilangan syarat sah puasa, ada juga beberapa perbuatan yang membatalkan puasa secara langsung.
a. Makan dan Minum dengan Sengaja
Seseorang sedang berpuasa lalu melakukan makan atau minum secara sengaja, maka puasanya batal. Hal ini berdasarkan firman Allah:
"Maka sekarang campurilah mereka (istri-istrimu) dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, serta makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar."
(QS. Al-Baqarah: 187)
Dan apabila jika seseorang makan atau minum karena kelupaan, maka puasanya tetap sah. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa lupa dalam keadaan berpuasa, lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum."
(HR. Bukhari, no. 6669; Muslim, no. 1155)
b. Jima’ (Hubungan Suami Istri)
Berhubungan intim di siang hari bulan Ramadhan membatalkan puasa dan mengharuskan pelakunya membayar kaffarah (denda). Rasulullah ﷺ bersabda ketika seorang sahabat bertanya tentang hukuman bagi orang yang berhubungan badan saat puasa:
"Puasakanlah dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu, maka berilah makan enam puluh orang miskin."
(HR. Bukhari, no. 1936; Muslim, no. 1111)
c. Keluar Mani dengan Sengaja
Jika seseorang mengeluarkan mani karena onani, bercumbu tanpa jima’, atau sebab lain yang disengaja, maka puasanya batal. Dalilnya adalah hadis qudsi:
"Ia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena-Ku."
(HR. Bukhari, no. 1894)
Apa bila, jika keluarnya mani terjadi tanpa disengaja, seperti mimpi basah, maka tidak membatalkan puasa.
d. Merokok
Merokok membatalkan puasa karena mengandung zat yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan memberi kenikmatan seperti makanan dan minuman. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan mayoritas ulama sepakat bahwa merokok membatalkan puasa.
e. Muntah dengan Sengaja
Apabila seseorang dengan sengaja memuntahkan isi perutnya, baik dengan cara memasukkan tangannya ke tenggorokan, maka puasanya batal. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa yang muntah tanpa sengaja, maka tidak wajib qadha atasnya. Namun, siapa yang dengan sengaja muntah, maka wajib menggantinya."
(HR. Abu Dawud, no. 2380; Tirmidzi, no. 720)
Lain halnya jika muntahnya itu terjadi secara alami atau tidak disengaja, maka puasanya tetap sah.
Puasa bukan hanya menahan diri
Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga kesucian diri dan niat karena Allah. Hal-hal yang membatalkan puasa bisa terjadi karena hilangnya syarat sah puasa, seperti murtad, gila, atau haid, serta karena perbuatan tertentu, seperti makan, minum, berhubungan suami istri, dan muntah dengan sengaja.
Mengetahui pembatal puasa ini penting agar ibadah kita diterima oleh Allah dan tidak sia-sia. Semoga kita bisa menjalankan puasa dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.