Ketika Kita Mengutuk Kegelapan, Mereka Berjuang untuk Cahaya: Dedikasi yang Tak Pernah Padam



Ismedshare.com - Pernahkah Anda membayangkan hidup tanpa listrik selama 24 jam? Tak ada lampu untuk menerangi malam, tak ada kulkas yang mengawetkan makanan, tak ada ponsel untuk mengirim pesan, atau Wi-Fi untuk bekerja dan belajar. Listrik, yang dulu dianggap kemewahan, kini telah menjelma menjadi kebutuhan pokok layaknya udara, air, dan pangan. Ia mengalir dalam setiap detik kehidupan kita, menjadi tulang punggung peradaban modern. Namun, di balik kenyamanan yang kita rasakan, ada perjuangan besar yang sering luput dari sorotan.  

{getToc} $title={Daftar isi}

Ketika Listrik Padam, Mereka Berjuang dalam Kegelapan: Kisah Para Pahlawan Tanpa Jubah di Balik Cahaya

Pernahkah Anda duduk dalam gelap, menatap layar ponsel yang semakin redup, sambil mengeluh karena listrik padam? "Kapan nyala lagi?", "Aku harus kerja, nih!", atau "PLN ngapain aja sih?"—kalimatkalimat itu mungkin pernah terucap. Tapi, pernahkah kita membayangkan: di balik keluhan kita, ada petugas yantek PLN yang justru sedang berlari melawan waktu, mempertaruhkan nyawa, dan bekerja tanpa henti untuk mengembalikan cahaya itu?

Ini bukan sekadar cerita tentang listrik yang padam dan menyala kembali. Ini tentang manusia yang berdiri di garis depan, di tengah hujan deras, angin kencang, atau terik matahari yang menyengat, hanya untuk memastikan kita bisa menekan saklar dan kembali tersenyum sambil bermain ceria bersama keluarga dan menikmati hiburan di hp atau televisi kita.

Malam yang Tak Pernah Tidur

Bayangkan ini: pukul 2 pagi, langit diguyur hujan lebat. Sementara kita mungkin mengutuk listrik yang mati sambil berkata “apa tidak ada kerjaan orang PLN kerjanya matiin lampu saja, dasar tidak becus “ lalu kembali tidur, padahal mareka petugas PLN di pelosok desa sana sedang memanjat tiang listrik setinggi 11 meter. Tangannya dingin, seragamnya basah, tapi matanya fokus pada kabel yang putus. Di bawah, rekan-rekannya meneriakkan instruksi sambil memegang senter yang nyaris tertiup angin. Mereka tak pulang sebelum percikan api pertama muncul dan lampu - lampu di rumah warga kembali berkedip.

"Kalau listrik padam, justru itu saatnya kami lari, bukan istirahat," kata Budi, salah satu petugas lapangan PLN dengan 10 tahun pengalaman. "Tiap detik itu berarti. Ada ibu - ibu yang panik karena oksigen anaknya tergantung listrik, ada pedagang yang khawatir dagangannya busuk. Tekanan itu yang bikin kami kerja sampai nggak ingat waktu."

Bukan Hanya Memperbaiki Kabel, Tapi Menyelamatkan Harapan”.

Suatu hari di pedalaman sebuah desa, tim PLN harus menempuh 8 jam perjalanan melalui sungai dan jalan berlumpur hanya untuk mencapai satu desa yang listriknya padam. Mereka membawa generator darurat, karena tahu di sana ada puskesmas yang sedang merawat pasien gawat. "Saat sampai, warga bilang, 'Kami kira nggak ada yang peduli,'" cerita Andri, salah satu teknisi. "Air mata mereka bikin kami sadar: ini bukan soal listrik, tapi soal kepercayaan."

Atau kisah Rina, petugas call center PLN yang harus tetap tersenyum meski dihujat ratusan pelanggan marah. Diaman dia menagis saat pelanggan menelpon karena menerima bentakan .

"Saya nangis di belakang telepon, tapi harus tenang saat menjawab. Saya paham kesal mereka, tapi saya juga mau bilang: 'Bapak/Ibu, di luar sana, petugas kami juga sedang bekerja untuk perbaiki listrik yang Bapak/Ibu keluhkan.'" Namun dia tetap profesional dalam melayani pelanggannya.

Mereka Juga Manusia: Lelah, Rindu, tapi Tetap Berdiri

Di balik seragam kuning bertuliskan "Layanan Teknik PLN", mereka adalah ayah yang melewatkan ulang tahun anaknya, suami yang tak sempat menjenguk istri sakit, atau anak muda yang memilih bertahan di daerah terpencil demi menjaga listrik tetap menyala. "Paling sedih saat video call sama anak, terus dia nanya, 'Papah pulang kapan?' Padahal, saya sendiri nggak tahu jawabnya," cerita salah satu teknisi.

Mereka bekerja di ketinggian yang membuat jantung berdebar, di tengah sambaran petir yang mengancam, atau di lokasi bencana yang rusak parah. Upah? Tidak sebanding dengan risiko. Tapi, seperti kata seorang petugas, "Kalau bukan kami yang lakukan, siapa lagi? Walaupun tidak membuat kami kaya dengan bekerja, setidaknya dapur kami tetal berasap" ucapnya.

Lain Kali Saat Listrik Padam, Mari Berhenti Sejenak…

Mungkin kita tak akan pernah bertemu mereka. Tak pernah tahu nama mereka, atau melihat wajah mereka yang mungkin penuh keringat dan kotoran. Tapi, lain kali saat listrik padam, coba bayangkan: di suatu tempat, seseorang sedang memanjat tiang listrik dengan hati berdebar dengan penuh SOP dalam bekerja, antara selamat dan maut. Di ruang kontrol, seorang engineer memantau jaringan sambil minum kopi keempat kalinya. Di truk darurat, sekelompok tim siap diterjunkan ke lokasi kritis.

Alih – alih mengutuk kegelapan, mari menyalakan lilin rasa terima kasih. Sebuah chat singkat di media sosial PLN atau meninggalkan komen di PLN Mobile kita, "Terima kasih, semangat untuk tim di lapangan!" bisa menjadi energi tambahan untuk mereka. Atau, saat listrik menyala dan petugas datang untuk pengecekan, sodorkan mereka segelas air atau senyum tulus. Itu lebih berharga daripada apapun.

Listrik bisa padam karena alam, kesalahan teknis, atau penyebab tak terduga. Tapi satu hal yang tak pernah padam: dedikasi para pahlawan tanpa jubah ini. Mereka mengingatkan kita: di balik kenyamanan yang sering kita anggap remeh, ada pengorbanan yang tak terlihat. Jadi, jika hari ini lampu di rumah Anda terang, ucapkan syukur—karena mungkin, di luar sana, seseorang baru saja turun dari tiang listrik dengan kaki gemetar, lalu tersenyum lega: "Mission accomplished."


Listrik Bukan Sekadar "Saklar", Tapi Pondasi Hidup

Di era digital, listrik adalah darah yang mengaliri seluruh aspek kehidupan. Bayangkan:


- Pendidikan

Anak-anak di pelosok bergantung pada gawai untuk belajar daring. Tanpa listrik, akses ilmu terputus.


- Kesehatan

Rumah sakit bergantung pada mesin dialysis, inkubator bayi, dan alat sterilisasi. Pemadaman listrik bisa berarti ancaman nyawa.


- Ekonomi

UMKM mengandalkan freezer untuk menyimpan dagangan, pengusaha online butuh sinyal untuk transaksi. Listrik padam = kerugian jutaan rupiah per jam.


- Sosial

Listrik adalah penghubung keluarga yang terpisah jarak. Video call dengan orang tua di kampung hanya mungkin jika ada daya.


Listrik telah melampaui statusnya sebagai "fasilitas". Ia adalah hak dasar yang menentukan kualitas hidup, kesetaraan akses, dan bahkan masa depan suatu bangsa.


Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak