Istri yang Keluar Rumah Mencari Nafkah Bagaimana pandangan dalam Islam?

Etika Istri yang Keluar Rumah Mencari Nafkah Bagaimana pandangan dalam Islam?

Seperti kita ketahui bersama dalam Islam, istri diibaratkan sebagai tulang rusuk dan pelengkap bagi suami. Hal ini memiliki makna mendalam yang menunjukkan hubungan erat antara suami dan istri dalam rumah tangga.

Pertama : Istri sebagai Tulang Rusuk

Perumpamaan ini berasal dari hadis Rasulullah ï·º:

“Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika kamu berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berlemahlembutlah terhadap wanita.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Makna dari hadis ini bukan untuk merendahkan wanita, tetapi justru menunjukkan bahwa wanita memiliki sifat yang lembut dan unik. Seperti tulang rusuk yang berfungsi melindungi organ vital, istri juga berperan melindungi dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Suami harus memahami perbedaan sifat ini dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

Kedua : Istri sebagai Pelengkap bagi Suaminya

Allah ï·» juga menegaskan bahwa suami dan istri diciptakan untuk saling melengkapi:

“Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka...”

(QS. Al-Baqarah: 187)

Ayat ini menggambarkan bahwa suami istri harus saling melindungi, melengkapi, dan memberikan kenyamanan satu sama lain, seperti halnya pakaian yang melindungi tubuh dari panas dan dingin.

{getToc} $title={Table of Contents}

Jadi sahabat setia para suami dirumah, Istri Sebagai tulang rusuk, istri bukan hanya sekadar pendamping, tetapi juga penjaga keharmonisan rumah tangga. Sebagai pelengkap, suami istri harus saling mendukung, memahami, dan menjalankan peran masing-masing sesuai dengan fitrah yang Allah tetapkan. Jika keduanya menjalankan peran dengan baik, rumah tangga akan menjadi sumber ketenangan dan keberkahan.

Nah, bagaimana tentang fenomena diera modern saat ini? Istri atau perempuan saat ini dan pada zaman dulu sudah pada banyak yang bekerja diluar rumah atau dengan istilah lain dengan Emansipasi dan ada juga wanita karier, tentunya ini tidak terlepas dari batasan syariah dan hak.

Fenomena Istri Bekerja di Luar Rumah

rakan pembaca setia Ismedshare.com , kali ini kita akan mencoba membahas tantang Etika Istri yang Keluar Rumah Mencari Nafkah Bagaimana pandangan dalam Islam?

 Di era modern, semakin banyak wanita yang turut bekerja di luar rumah. Fenomena ini terutama terlihat di kota-kota besar, di mana istri tidak hanya mengurus rumah tangga tetapi juga mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Terkadang, peran sebagai ibu rumah tangga dialihkan kepada asisten rumah tangga atau pengasuh anak, sementara suami dan istri sama-sama sibuk bekerja.

Alasan seorang istri ikut mencari nafkah bervariasi, mulai dari tuntutan ekonomi, faishon hingga keinginan untuk mengembangkan karier dan kebutuhan finansialnya sendiri. Tidak sedikit keluarga yang menghadapi kondisi ekonomi sulit, sehingga penghasilan suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangga. Dalam keadaan ini, ada istri merasa perlu membantu perekonomian keluarga.

Namun, Islam telah menetapkan bahwa kewajiban mencari nafkah adalah tanggung jawab suami pada dasarnya. Sebaliknya, tugas utama seorang istri adalah mengurus rumah, mendidik anak, dan mendukung suaminya. Meskipun demikian, Islam tidak secara mutlak melarang istri bekerja, asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu agar tidak menyalahi tuntunan syariat yang ada hanya akan mendapatkan dosa semata.

Berikut kita akan membahas tentang :

Syarat dan Etika Istri yang Bekerja dalam Islam

Ada beberapa poin yang perlu diperhatikan oleh seorang istri sebelum melakukan pekerjaan di luar rumah atau pekwrjaan wanita karier.

1. Mendapat Izin dari Suami

Dalam Islam, seorang istri harus mendapatkan izin dari suaminya sebelum bekerja. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain, dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”

(QS. An-Nisa: 34)

Ayat ini menegaskan bahwa suami adalah pemimpin dalam rumah tangga dan bertanggung jawab atas nafkah keluarga. Oleh karena itu, izin dari suami sangat penting agar pekerjaan istri tidak bertentangan dengan tugas utamanya dalam rumah tangga.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah ï·º bersabda:

“Seorang wanita tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya.”

(HR. Al-Baihaqi)

Meskipun istri berniat membantu ekonomi keluarga, tetap diperlukan komunikasi yang baik dengan suami agar pekerjaan tersebut tidak menimbulkan perselisihan dalam rumah tangga.

2. Tidak Mengabaikan Urusan di Rumah

Islam menetapkan bahwa tugas utama seorang istri adalah mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Rasulullah ï·º bersabda:

“Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

(HR. Bukhari & Muslim)

Jika seorang istri bekerja di luar rumah, maka ia harus memastikan bahwa pekerjaannya tidak mengganggu kewajibannya dalam rumah tangga. Suami dan anak-anak tetap harus mendapatkan perhatian yang cukup.

Tidak sedikit kasus di mana anak-anak kurang perhatian karena kedua orang tua sibuk bekerja. Akibatnya, anak mencari kasih sayang di luar rumah, yang bisa berdampak negatif terhadap perkembangan mereka. Oleh karena itu, istri yang bekerja harus memiliki manajemen waktu yang baik agar rumah tangga tetap berjalan harmonis.

3. Menjaga Diri

Wanita yang bekerja di luar rumah harus menjaga diri sesuai dengan tuntunan Islam, terutama dalam berpakaian, berinteraksi, dan menjaga kehormatan diri. Allah berfirman:

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka…”

(QS. An-Nur: 31)

Selain itu, dalam interaksi dengan lawan jenis, seorang wanita harus menjaga adab dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah. Rasulullah ï·º bersabda:

“Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.”

(HR. Tirmidzi, no. 2165)

Bekerja di luar rumah tidak boleh menjadi alasan bagi seorang istri untuk melanggar batasan syariat, seperti bercampur baur dengan laki-laki tanpa ada keperluan, berpakaian tidak sesuai syariat, atau mengabaikan batasan pergaulan Islam.

4. Tidak Ada yang Terdzolimi

Keputusan seorang istri untuk bekerja tidak boleh menimbulkan ketidakadilan atau kedzaliman dalam rumah tangga. Jangan sampai anak-anak menjadi korban karena kurangnya perhatian dari orang tua. Begitu juga suami, jangan sampai merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian dari istrinya.

Allah berfirman:

“Janganlah kamu berbuat dzalim dan jangan pula kamu didzalimi.”

(QS. Al-Baqarah: 279)

Jika pekerjaan istri menyebabkan dirinya atau keluarganya terdzalimi, maka perlu dikaji ulang apakah pekerjaannya lebih banyak membawa manfaat atau justru menimbulkan mudarat bagi keluarga.

Jadi, para pembaca setia Ismedshare.com dapat kita simpulkan yang bahwa Terkait hukum istri yang bekerja, para ulama memiliki pandangan yang beragam. Mayoritas ulama membolehkan istri bekerja dengan syarat bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan kewajibannya dalam rumah tangga. Jika tidak ada kebutuhan mendesak, sebaiknya istri fokus pada peran utamanya di dalam rumah.

Bekerja mencari nafkah bukanlah kewajiban seorang istri, melainkan tanggung jawab suami. Namun, jika seorang istri bekerja dengan tujuan membantu suami atau ingin memiliki penghasilan sendiri, maka hal tersebut bisa menjadi amal kebaikan selama memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan.

Selain itu, dalam Islam, hasil kerja istri sepenuhnya menjadi haknya. Suami tidak memiliki hak untuk menuntut gaji atau penghasilan istri kecuali jika istri secara sukarela memberikan sebagian hartanya untuk membantu kebutuhan rumah tangga. Allah berfirman:

“Jika mereka dengan senang hati memberikan kepadamu sebagian dari maharnya, maka makanlah pemberian itu dengan nikmat lagi baik.”

(QS. An-Nisa: 4)

Sebagai kesimpulan, istri boleh bekerja dengan syarat mendapat izin suami, tidak mengabaikan urusan rumah tangga, tetap menjaga diri sesuai tuntunan Islam, dan tidak menimbulkan kedzaliman dalam keluarga. Dengan demikian, rumah tangga tetap harmonis dan berkah, serta sesuai dengan syariat Islam.


Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak