Ismedshare.com - Di akhir zaman, akan muncul fitnah besar berupa kemunculan Dajjal, yang dikenal dengan tipu daya terbesarnya. Dajjal akan menawarkan dua pilihan yang terlihat sebagai surga dan neraka. Namun, keajaiban yang menakutkan di baliknya adalah bahwa “surganya” Dajjal, yang tampak penuh kenikmatan dan pesona dunia, sesungguhnya adalah neraka Allah. Sedangkan “nerakanya” Dajjal, yang mungkin terlihat mencekam dan menakutkan, adalah surga yang sesungguhnya di sisi Allah. Di sinilah letak ujian keimanan yang besar, saat manusia harus memilih antara kenikmatan dunia yang palsu atau janji surga yang abadi.
Pada momen inilah iman kita akan diuji, apakah kita tetap teguh memegang keyakinan kepada Allah atau tergoda oleh janji semu yang ditawarkan Dajjal. Godaan ini bukan sekadar godaan materi; ini adalah ujian terbesar bagi hati dan jiwa yang harus mampu melihat kebenaran di tengah kepalsuan yang menggoda. Surga Dajjal hanyalah kilauan dunia yang sementara, sedangkan surga Allah adalah kehidupan abadi yang penuh kedamaian dan kebahagiaan sejati.
Kita bisa melihat cerminan fitnah akhir zaman ini dalam kehidupan kita saat ini. Betapa sering kita tergoda oleh harta benda yang terlihat menggiurkan, namun sesungguhnya mengikis kekuatan iman kita. Ketika uang ratusan ribu atau jutaan rupiah mampu menggoyahkan pendirian, kita mungkin tidak menyadari bahwa kita sedang terjebak dalam ujian kecil yang seharusnya kita lawan dengan iman. Dalam ketertipuan seperti inilah, manusia mulai kehilangan kendali atas keimanan yang hakiki dan lebih memilih jalan pintas demi kenikmatan duniawi.
Ironisnya, di saat kita cepat menilai dan mengejek orang yang mungkin belum sempurna dalam mempelajari Al-Qur’an atau hal-hal dasar agama, kita justru mengabaikan kerusakan yang lebih besar di dalam diri kita. Perilaku sogok-menyogok, kecurangan, dan ambisi yang tak terkendali untuk meraih jabatan, seringkali dibiarkan dan dianggap sepele. Kita sering menutup mata, padahal seharusnya kita menyadari bahwa tindakan ini adalah pelanggaran nyata dari ajaran Al-Qur’an. Inilah bentuk kepalsuan zaman ini, di mana kita bisa menghakimi dengan mudah namun enggan memperbaiki diri.
Mari kita merenung, apakah kita ingin terjebak dalam tipuan dunia atau ingin kembali kepada Allah dengan iman yang teguh. Akhirnya, hanya keimanan yang murni dan keteguhan hati yang akan menuntun kita kepada jalan yang benar, membimbing kita menuju kebahagiaan hakiki di surga Allah.
Dalam suasana pemilu dan pilkada, godaan untuk mendapatkan dukungan melalui uang atau iming-iming materi semakin menguat. Banyak orang akhirnya terjebak, memilih bukan berdasarkan hati nurani, tetapi karena sejumlah uang atau janji keuntungan pribadi. Padahal, suara yang seharusnya lahir dari pilihan hati dan pertimbangan yang matang kini dibeli dengan harga yang tak sepadan dengan nilai integritas.
Ketika kita menerima uang untuk sebuah pilihan, kita tidak hanya menggadaikan suara kita, tetapi juga mengkhianati prinsip kejujuran dan keteguhan iman. Padahal, dalam Islam, tindakan ini tegas dilarang. Politik uang adalah bentuk penyuapan yang secara jelas diharamkan, baik dalam kondisi pemilu atau di luar pemilu. Rasulullah SAW pun melarang keras perilaku ini, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut:
“Allah melaknat orang yang menyuap dan orang yang disuap.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dalam hadits ini, terdapat ancaman tegas bagi mereka yang terlibat dalam praktik suap, termasuk politik uang, karena hal ini merusak tatanan sosial dan keadilan. Suara kita bukanlah barang yang dapat diperjualbelikan, melainkan amanah yang harus kita sampaikan dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan.
Selain itu, Allah SWT juga memperingatkan dalam firman-Nya mengenai pentingnya menegakkan keadilan dan tidak tergoda dengan keuntungan materi:
"Dan janganlah kamu makan harta sebagian kamu kepada sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak terjebak pada harta yang didapat dengan cara yang tidak benar, termasuk politik uang yang merusak kemurnian suara rakyat. Ini adalah ujian bagi kita semua, apakah kita akan tetap berpegang teguh pada prinsip keimanan atau malah tergoda oleh harta yang hanya bersifat sementara.
Mari kita bersama-sama membenahi diri dengan menolak segala bentuk politik uang, memperteguh hati dalam memilih, dan menjadikan momen pemilu sebagai ajang untuk menegakkan keadilan serta kebaikan bagi bangsa.